td.mbl_fo_hidden{display:none;} td.mbl_join_img{} td.mbl_join{} tr#tr0{display: none}th.mbl_h{display:none;}

01 Agustus 2008

askep halusinasi dan waham


boy antoni putra
stikes fort de cock bukittinggi
pns dinas kesehatan kabupaten agam

BAB I
TINJAUAN TEORITIS
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN


I. DEFENISI HALUSINASI
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).

II. KLASIFIKASI HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu :
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

III. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik.

IV. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.


 Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan
 Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
 Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
 Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
 Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri


V. 4 ( empat) tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan

TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
 Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.

 Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
 Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.

 Tersenyum, tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakkan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan berkonsentrasi

Tahap II
 Menyalahkan
 Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati

 Pengalaman sensori menakutkan
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
 Mulai merasa kehilangan kontrol
 Menarik diri dari orang lain non psikotik

 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
 Perhatian dengan lingkungan berkurang
 Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
 Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas


Tahap III
 Mengontrol
 Tingkat kecemasan berat
 Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi

 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
 Isi halusinasi menjadi atraktif
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik

 Perintah halusinasi ditaati
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat

Tahap IV
 Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
 Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
 Perilaku panik
 Resiko tinggi mencederai
 Agitasi atau kataton
 Tidak mampu berespon terhadap lingkungan




VI. HUBUNGAN SKHIZOPRENIA DENGAN HALUSINASI
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS PADA HALUSINASI PENDENGARAN
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane) 75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

I. PENGKAJIAN

1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor perkembangan terlambat
 Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
 Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
 Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
 Komunikasi peran ganda
 Tidak ada komunikasi
 Tidak ada kehangatan
 Komunikasi dengan emosi berlebihan
 Komunikasi tertutup
 Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.


f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.

2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.

3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
• Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.

5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.

6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.

III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN

Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran

Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya
 Salam terapeutik
 Perkenalkan diri
 Jelaskan tujuan interaksi
 Buat kontrak yang jelas
 Menerima klien apa adanya
 Kontak mata positif
 Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal

TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.

Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif.
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih.
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.


Rasional :
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.

TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat – obatan yang tidak diharapkan terhadap klien.
Evaluasi :
 Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda dan cara merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi :
 Keluarga dapat menyebutkan cara – cara merawat klien halusinasi.

Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.

Tujuan umum :
 Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi :
 Bina hubungan saling percaya
 Menyapa klien dengan ramah
 Mengingatkan kontrak
 Terima klien apa adanya
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Sikap terbuka dan empati
Rasional :
 Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat.
Evaluasi :
 Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat.

TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri.
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya.
Evaluasi :
 Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri.

TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain
 Mendapat teman
 Dapat mengungkapkan perasaan
 Membantu memecahkan masalah

TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain :
 Klien-perawat
 Klien-perawat-perawat lain
 Klien-perawat-perawat lain-klien lain
 Klien-kelompok kecil (TAK)
 Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal.
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
 Membalas sapaan perawat
 Kontak mata positif
 Mau berinteraksi

TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.

Diagnosa keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Tujuan umum :
 Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien.
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien.
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Rasional :
1. Mengidentifikasikan hal – hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan.
3. Menghadirkan realita pada klien.
4. Memberikan harapan pada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi.
6. Agar klien tidak merasa putus asa.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan.

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok.
Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan.

TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda – tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda – tanda harga diri rendah.
• Mengatakan diri tidak berharga
• Tidak berguna dan tidak mampu
• Pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan.

Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.

Tujuan umum :
 Klien dapat mengontrol halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
 Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional :
 Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa.
Evaluasi :
 Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
 Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.

Diagnosa Keperawatan 5 :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis.



Tujuan umum :
 Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya
3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x pertemuan.

Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Tujuan umum :
 Klien dapat melakukan perawatan diri

TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan
3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien


Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar.

TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit mendapat teman.

TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi :
 Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.


BAB III

TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN



Jenis : Perawatan Komunitas
Tgl Pengkajian : 16 Januari 2008 – 19 Januari 2008

I. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam
Suku : Minang
Status : Belum Kawin
Pendidikan : Eks. SMP
Informan : Klien dan Keluarga Klien
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2008 – 19 Januari 2008
Penanggung Jawab : Tn. P
Hubungan : Ayah Kandung
Pekerjaan : Swasta

II. Faktor Predisposisi
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan tanggal 16 Januari 2008, didapat bahwa:
1. Orang tua klien mengatakan bahwa klien pernah berobat dan sempat dirawat di RSJ Puti Bungsu pada tahun 2003
2. Pengobatan klien sebelumnya tidak berhasil karena klien putus obat.
MK = Regiment Therapeutik tidak efektif.
3. Klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma.
4. Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
5. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu ketika klien kelas 2 SMA, orang tua klien bercerai dan klien tidak menerima.
MK = Berduka disfungsional

III. Pemeriksaan Fisik
TD : 120/90
Nadi : 84x/i
Suhu : 36,2oC
BB : 65 Kg
TB : 170 cm
Pernafasan : 22x/i
Keluhan Fisik : Setelah dilakukan observasi pada klien, didapat bahwa tidak terdapat keluhan fisik.

IV. Psikososial
1. Genogram


Ket:
: Klien

: Laki-laki

: Perempuan

: Suami istri

: Cerai

: Tinggal serumah

Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal bersama ayah dan kedua saudaranya sejak kelas 2 SMA karena ayah dan ibu klien bercerai. Klien paling dekat dengan ayah klien dan yang membuat keputusan di rumah adalah ayah klien.

2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau dan klien merasa terhina karena pacar klien meninggalkannya. Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak pernah mengikuti kegiatan masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan Maha Esa itu ada.

V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi lebih dari 5 menit jawaban klien mulai inkoheren yaitu jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi, membersihkan ruangan dan pada saat berinteraksi dengan perawat, klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang mengajaknya bercanda yang membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien tampak marah mengingat ayah dan ibunya yang bercerai.

6. Interaksi selama wawancara
Interaksi klien selama wawancara tidak kooperatir jika sudah lebih dari 3 menit, kontak mata terlihat bahagia berlebihan tanpa sebab.
7. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara wanita yang mengejeknya bau dan jelek. Suara itu muncul ketika klien sedang sendiri dan bermenung, kadang dalam sehari suara-suara itu datang 2 kali yang membuat klien bicara-bicara sendiri melawan suara itu dan membuat klien menarik diri karena klien merasa malu karena ejekan suara itu. Dan dilain kesempatan muncul juga suara-suara wanita yang merayu dan memuji-muji klien. Suara ini lebih sering datang dari suara yang mengejek klien dan jika klien mendengar suara ini klien tertawa-tertawa sendiri.
8. Isi fikir
Klien mengangu ia adalah artis terkenal yang selalu di kelilingi wanita-wanita cantik yang memujanya. Setiap bertemu dengan perawat klien mengatakan kalau dia artis internasional yang dikatakan berulang-ulang walaupun sudah diberi bantahan.
9. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung dan sering lupa terhadap waktu, tempat, orang,
10. Memori
Klien susah untuk mengingat memori jangka panjang.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung tapi agak susah untuk berkonsentrasi karena ada suara wanita yang mengganggunya.
12. Kemampuan penilaian
Klien tidak bisa mengambil kemampuan sederhana tanpa bantuan dan instruksi dari orang lain.
13. Daya titik diri
Klien mengikari penyakit yang dideritanya.

VI. Mekanisme Koping
Klien mengatakan kalau ada masalah klien tidak mau mengatakan kepada orang lain. Klien lebih memilih diam.
MK = Koping individu tidak efektif.

VII. Masalah Psikososial
Klien mengatakan di rumah tidak suka berinteraksi dengan keluarga karena merasa kecewa sejak orang tua bercerai.

VIII. Pengetahuan
Klien menyatakan ia tidak tahu tentang penyakitnya, faktor prisipitasi, predisposisi, pengobatan serta cara mengatasinya.
MK = Kurang pengetahuan

IX. Aspek Medik
Klien dapat therapy
- Haloperidol 3 x 1.5 mg
- Chiorpromazine 1 x 100 mg
- KBZ 3 x 100 mg













X. Analisa Data
No Analisa Data Masalah Keperawatan
1







2






3








9

DS:
- Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien gelisah, marah-marah, mengamuk, melempar kaca rumah.
DO :
- Di rumah klien suka mengamuk dan marah-marah
DS:
- Klien mengatakan sudah 2 kali masuk RSJ.
DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya

DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya

DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa

DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak suka berbicara dengan orang lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan kadang-kadang suara bidadari yang memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang lain
DO :
- Klien suka diam

DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari

DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan





Regimen terapeutik tidak efektif.





Berduka disfungsional







Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah





Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri







Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran






Koping individu in efektif






Gangguan pola tidur







Waham kebesaran





XI. Daftar Masalah Keperawatan
1. Resiko mencedarai orang lain, diri sendiri dan lingkungan
2. Regimen therapeutik in efektif
3. Berduka disfungsional
4. Gangguan konsep diri = HDR
5. Kerusakan interaksi sosial = menarik diri
6. Perubahan sensori persepsi = halusinasi pandangan
7. Koping individu in efektif
8. Gangguan pola tidur
XII. Pohon Masalah
XIII. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d kerusakan
Interaksi sosial : menarik diri
3. Gangguan pola tidur b/d halusinasi pendengaran
4. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d regiment therapeutik in efektif.
5. Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d HDR
6. Gangguan konsep diri HDR b/d berduka disfungsional
7. Gangguan konsep diri HDR b/d koping individu in efektif
8. Waham kebesaran b/d gangguan konsep diri: HDR

ASUHAN KEPERAWATAN
No Hari/Tgl Dx Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1

21/1-2008 Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain b/d halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

TUK :
1. Klien dapat mengadakan hubungan saling percaya dengan perawat.
KH :
Klien dapat mengungkap kan perasaanya dan keadaannya sekarang secara verbal.

2. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebutkan tentan g persepsi, penyebab akibat dari halusinasi dan situasi halusinai, waktu frekuensi, perasaan jika muncul halusinasi dan mengatasinya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebabkan cara mengontrol halusinasi dan tindakan yang digunakan bila sedang datang halusinasi
4. Diharapkan keluarga dapat mengontrol halusinasi klien, dapat merawat klien di rumah
5. Klien mampu menyebutkan tentang jenis obat, manfaat, efek samping, dan cara menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasinya.
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ciptakanlah lingkungan yang hangat dan bersahabat
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkap kan perasaannya
4. Beri pujian atas keberhasilan klien membina hubungan saling percaya
1. Lakukan kontak sesering mungkin.
2. Observasi perilaku verbal dan non verbal yang b/d halusinasi
3. Identitas bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi

4. Dorongan klien untuk mengungkapkan perasannya ketika halusinasi muncul.
5. Diskusikan dengan klien hal-hal apa yang bisa untuk mengatasi halusinasi
6. Evaluasi kemampuan klien untuk mengenal halusinasinya.
7. Evaluasi pujian atas tindakan klien dengan positif.

1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika halusinasi datang.
2. Beri pujian terhadap tindakan yang positif
3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi

4. Bersama klien rencanakan kegiatan mencegah terjadinya halusinasi
5. Dorongan klien untuk melakukan hal-hal untuk mencegah timbulnya halusinasi
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

2. Kaji perubahan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien
3. Diskusikan bersama klien saat berkunjung ke rumah sakit tentang halusinasi dan merawat klien di rumah
4. Berikan pujian kepada klien terhadap tindakan yang tepat

1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat, manfaat, efek samping, cara menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasi.
2. Bantu klien untuk memastikan bahwa obat sudah diminum sesuai program
3. Observasi tanda dan gejala yang b/d efek samping anak

4. Berikan pujian atas tindakan yang (+) yang dilakukan klien b/d obat.
1. Hubungan saling percaya dan prinsip therapeutik antara perawat dan klien
2. Klien merasa dihargai dan timbul keyakinan untuk berkomunikasi
3. Ungkapan yang diterima sebagai bukti bahwa klien mulai percaya kepada perawat
4. Dengan memberi pujian membuat klien merasa dihargai




1. Untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
2. Dapat merencanakan tindakan yang efektif untuk mencegah halusinasinya
3. Dapat diketahui bahwa halusinasi dapat mempengaruhi perasaan klien untuk melakukan tindakan mal adaptif
4. Dapat mengetahui suasana perasaan klien saat halusinasi datang
5. Klien dapat mengenal halusinasi pada dirinya

6. Mengetahui pemahaman klien terhadap halusinasinya

7. Meningkatkan harga diri klien.


1. Untuk mengatasi halusinasi

2. Untuk meningkatkan harga diri klien
3. Memudahkan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
4. Membantu mengurangi halusinasi yang dialami klien

5. Merupakan cara untuk mengendalikan halusinasi

1. Hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga sebagai dasar interaksi therapeutik
2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien terhadap halusinasi

3. Dengan informasi yang diberikan diharapkan klien mampu melakukan perawatan klien halusinasi di rumah
4. Pujian yang diberikan dapat meningkatkan semangat keluarga untuk melakukan hal-hal yang (+)

1. Klien mengetahui obat yang digunakan untuk mengendalikan halusinasi

2. Obat yang digunakan sesuai dengan program yang dianjurkan dapat memberikan efek yang lebih sempurna.
3. Setiap anak mempunyai efek samping mengendalikan pola yang berbeda.
4. Menguatkan harga diri klien.


DAFTAR PUSTAKA

 Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta, EGC

 Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley publishing Company.

 Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama

 Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa

 Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri

 Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika




BY: BOY ANTONI PUTRA

BUKITTINGGI 16 juni 2008-06-14

undang-undang praktek keperawatan


boy antoni putra
stikes fort de cock bukittinggi
pns dinas kesehatan kabupaten agam


Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20


TENTANG
PRAKTIK KEPERAWATAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; (?)

c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.

d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.

e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi;

f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Praktik Keperawatan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) (cek ulang di UUD 45)

2. Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan.(di konsulkan ulang)


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

(2) Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok.

(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.

(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional dan perawat profesional.

(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang terakreditasi dan diakui oleh pejabat yang berwenang.

(7) Perawat profesional adalah seseorang yang lulus dari pendidikan tinggi keperawatan dan terakreditasi, terdiri dari ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan.

(Cool Ners generalis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Ners.

(9) Ners Spesialis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 1.

(10) Ners Konsultan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 2.

(11) Registered Nurse disingkat RN adalah perawat profesional yang teregistrasi.

(12) Licensed Practical Nurse disingkat LPN adalah perawat vokasional yang teregistrasi.

(13) Konsil Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom yang bersifat independen.

(14) Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap program pendidikan dan pelatihan keperawatan dalam menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan di seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh organisasi profesi.

(15) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi oleh konsil keperawatan. (?)

(16) Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi.

(17) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

(18) Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.

(19) SIPP I adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan

(20) SIPP II adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan

(21) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan.

(22) Klien dan atau pasien/klien dan atau pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perawat.

(23) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

(24) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat generalis dan perawat spesialisasi sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.

(25) Komite adalah badan kelengkapan konsil yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas konsil.

(26) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.


BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Praktik keperawatan dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.

Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan. (?)
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

BAB III

LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 4

Lingkup praktik keperawatan adalah :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien.
c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.



BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA

Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan

Pasal 6

(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk konsil keperawatan yang selanjutnya disebut Konsil Keperawatan Indonesia.

(2) Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

(3) Konsil Keperawatan Indonesia bersifat nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila diperlukan.

Pasal 7

Konsil Keperawatan Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.


Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Keperawatan

Pasal 8

Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

Pasal 9

Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai tugas:
1. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;
2. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat..?(sebatas apa/aakah peraturan internal .?)

Pasal 10

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :
a. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat;
b. Mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi profesi keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan;
c. Menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat;
d. Menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan perawat; dan
e. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan.

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil Keperawatan Indonesia serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.


Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 12

(1) Susunan organisasi dan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris Eksekutif
c. Bendahara
d. Komite-komite

(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Komite Uji Kompetensi dan registrasi
b. komite praktik keperawatan
c. komite disiplin keperawatan

(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota dan dapat membentuk sub komite sesuai kebutuhan.
Pasal 13
(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil keperawatan Indonesia

Pasal 14

(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.

(2) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan.

(3) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil.

Pasal 15

(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.

(2) Jumlah anggota Konsil Keperawatan Indonesia 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Anggota yang ditunjuk adalah 11 (sebelas) orang terdiri dari:
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2 (dua) orang;
- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 1 (satu) orang;
- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
- Departemen Pendidikan Nasional 1 (satu) orang;
- Departemen Hukum 1 (satu) orang; dan
b. Anggota yang dipilih adalah 10 (sepuluh) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.



Pasal 16

1. Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi

2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil keperawatan Indonesia harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2).

3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.

4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.


Pasal 17

1. Personalia Konsil Keperawatan sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

2. Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
 Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.“

Pasal 18

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia :
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
b. Warga Negara Republik Indonesia;
c. Sehat rohani dan jasmani;
d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;
e. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;
f. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Registrasi Tenaga Perawat, kecuali untuk non perawat;
g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan
h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia.

Pasal 19

(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia berakhir apabila :
a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri dan disetujui konsil;
c. Meninggal dunia;
d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;
f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
g. Melakukan tindakan tercela yang dibuktikan dari hasil investigasi Badan Kehormatan Konsil Keperawatan. (hapus...?)

(2) Dalam hal anggota Konsil Keperawatan Indonesia menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.

(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.

(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Konsil kepada Menteri kesehatan dan diteruskan kepada Presiden.

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Keperawatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.

(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Konsil

(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pegawai Konsil Keperawatan Indonesia

(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia

(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.

Bagian Keempat
Tata Kerja

Pasal 21

(1) Setiap keputusan Konsil Keperawatan yang bersifat mengatur dilputuskan oleh rapat pleno anggota.
(2) Rapat pleno Konsil Keperawatan Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.

Pasal 22

Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.


Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 23


(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Keperawatan Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendapatan lain yang sah.

(2) Sumber pendapatan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi biaya yang diperoleh dari registrasi perawat dan sumbangan lain yang tidak mengikat.

(3) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.


BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Pasal 24

(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia
(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan
(3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.


BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pasal 25

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, untuk memberikan kompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.

Pasal 26

(1) Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.
(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.


BAB VII
REGISTRASI KEPERAWATAN

Pasal 27

(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP).
(2) Registrasi perawat dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
a. LPN untuk perawat vokasional
b. RN untuk perawat profesional
(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LPN (diakomodasi pada pasal peralihan)
b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis I, atau Ners Spesialis II untuk RN
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
e. lulus uji kompetensi
f. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
g. rekomendasi dari organisasi profesi


Pasal 28

(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, ijin tempat praktik diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).
(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LPN berhak memperoleh SIPP I dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP II dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.
(4) PN dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi RN dan berhak memperoleh SIPP II.

Pasal 29

Syarat untuk memperoleh SIPP:
a. Memiliki STRP
b. Mempunyai tempat praktek
c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
SIPP masih tetap berlaku sepanjang:
d. STRP masih berlaku
e. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP
Ketentuan lebih lanjut mengenai SIPP diatur dalam peraturan tersendiri.

Pasal 30

(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau PN (Practical Nurse) untuk perawat vokasional.
(2) Sebutan RN dan PN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.

Pasal 31

(1) Surat Izin Praktik Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Registrasi ulang dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat (3) huruf d dan huruf g, ditambah dengan:
a. rekomendasi dari Komite Etik dan Disiplin
b. angka kredit pendidikan berlanjut
(3) SIPP hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.

Pasal 32

(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. keabsahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan STRP;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia.
(4) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(5) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diberikan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pasal 33

(1) SIPP sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.
(2) SIPP sementara berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.
(3) SIPP sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (2) dan (3).

Pasal 34

(1) SIPP bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.
(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Keperawatan Indonesia.
(4) SIPP dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.

Pasal 35

SIPP tidak berlaku karena:
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.


Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.

BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 37

Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.

Pasal 38

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4.

Pasal 39

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPP I berwenang untuk :
a. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP II;
b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;


Pasal 40

(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.
(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.
(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.

Pasal 41

(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (PN).
(2) PN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.
(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.

Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 43
Hak Klien dan atau Pasien

Klien dan atau pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38;
b. meminta pendapat perawat lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan keperawatan;
d. menolak tindakan keperawatan; dan
e. mendapatkan resume keperawatan.

Pasal 44
Kewajiban Klien dan atau Pasien

Klien dan atau pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.


Pasal 45
Pengungkapan Rahasia Klien dan atau Pasien

Pengungkapan rahasia klien dan atau pasien/klien dan atau pasien hanya dapat dilakukan atas dasar:
a. Persetujuan klien dan atau pasien
b. Perintah hakim pada sidang pengadilan
c. Ketentuan perundangan yang berlaku
d. Kepentingan umum

Pasal 46
Hak Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
1) Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
2) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau pasien atau keluarganya;
3) Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
4) Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan;
5) Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;
6) Menerima imbalan jasa profesi yang proporsional sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku.

Pasal 47
Kewajiban Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :
1) Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien dan atau pasien;
2) Standar profesi, standar praktek, kode etik ditetapkan oleh organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga keperawatan.
3) Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
4) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum;
5) Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;
6) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
7) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme.

Pasal 48
Praktik Mandiri

(1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok.
(2) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
b. Memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan di luar institusi pelayanan kesehatan termasuk kunjungan rumah;
c. Memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan.
(3) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.


BAB IX
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 49

Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.

Pasal 50

(1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui jabatan fungsional perawat.
(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat dan promosi.

Pasal 51

(1) Pemerintah dan profesi membina serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;
(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;
(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta

Pasal 52

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk:
a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;
d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.

Pasal 53

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.


Pasal 54

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 55
Sanksi Administratif

(1) Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 38 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
(2) Perawat yang dinyatakan melanggar Etik dan disiplin Profesi dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:
a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 6 (enam) bulan
b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 3 (tiga) tahun

Pasal 56
Sanksi Pidana

Setiap perawat yang dengan sengaja melakukan praktik keperawatan tanpa memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktek keperawatan tanpa SIPP sementara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 30 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktek keperawatan tanpa SIPP bersyarat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 57

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP yang dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).



Pasal 58

Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 59

Perawat yang dengan sengaja:
tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 45 ayat (4);
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a sampai dengan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 60

Penetapan sanksi administrasi maupun pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61

Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.

Pasal 62

Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.



BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 64

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
Pada tanggal …………………
PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal ……………….
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………
NOMOR ………………






susah tidur???? ini solusinya


boy antoni putra

stikes fort de cock bukittinggi
pns dinas kesehatan kabupaten agam

HEALTH

Catatan: sediakan waktu anda sampai dengan kurang lebih 30 menit.
Siapkan diri anda di suatu tempat yang nyaman dan bebas dari gangguan


Tutup mata anda dengan nyaman…..
Sambil anda menutup mata…
Saya minta anda memikirkan sesuatu yang membuat anda merasa senang atau bahagia…
Mungkin .. damai… tenang….
Dan saya minta atau anda perintahkan…
Seluruh otot-otot di tubuh anda….
Menjadi lemas.. dan regang…
Otot –otot di kaki sampai telapak kaki
Biarkan mereka santai dan relaks….
Biarkan mereka lemas … dan … santai…
Dan sekarang…….
Otot-otot di seputar jari-jari kaki anda…
Biarkan santai ….dan….lemas….
Biarkan….lepaskan….
Dan sekarang……
Otot-otot sekitar pergelangan kaki anda….
Biarkan santai….dan….lemas…..
Biarkan……lepaskan….
Dan sekarang…..
Otot-otot di betis anda….
Biarkan santai … dan lemas…
Biarkan….lepaskan…..
Dan sekarang…
Otot-otot di paha anda….
Biarkan santai ….dan lemas….
Biarkan……lepaskan….
Dan sekarang anda dapat merasakan….
Kaki anda menjadi sangat malas…..malas sekali….
Sepertinya kaki anda sudah sangat berat sekali….
Sebagaimana anda sudah sangat santai dan rileks….
Biarkan hal itu terjadi…. Lepaskan…
Dan saat itu terjadi
Rasakan, anda menjadi sangat…sangat… santai…
Anda merasa sangat damai…..
Lepaskan pikiran-pikiran yang mengganggu diri anda…
Pikiran anda ……menjadi sangat tenang…
Dan…. anda sangat menikmatinya…..
Sangat menyenangkan…..
Dengan perasaan yang sangat santai ini….
Dan sekarang…
Suatu perasaan yang nikmat luar biasa dalam keadaan rileks….
Dan rasa santai dan rileks ini menjalar ke atas…..
Ke seluruh tubuh anda….
Dan sekarang otot-otot perut anda …..
Ikut menjadi santai dan rileks…
Biarkan….lepaskan….dia menjadi lemas….dan malas…
Dan sekarang otot-otot di dada anda…..badan anda…. dan punggung anda….
Biarkan mereka santai… dan malas…
Biarkan….lepaskan….dia menjadi lemas….dan malas…
Dan anda mulai merasakan rasa malas di seluruh tubuh anda….
Tubuh anda menjadi berat dan lemas…..
Dan yang anda rasakan sekarang adalah tubuh anda yang santai …..
Membuat anda merasa ingin lebih lelap lagi… lebih pulas lagi…..
Lebih dalam….dan lebih dalam lagi……
Biarkan tubuh anda melakukannya…..
Berat… lemas…lepaskan …..
Dan sekarang…..
Rasa santai tadi menjalar lagi ke atas…
Ke leher anda…. ke bahu anda…. dan lengan anda….
Biarkan otot leher anda menjadi santai ….
Biarkan…. Lemas…. dan lepaskan..
Sekarang….
Otot-otot bahu anda….
Biarkan otot-otot bahu anda menjadi santai…
Biarkan…lemas…..lepaskan….
Sekarang……
Otot-otot lengan anda….
Biarkan otot-otot lengan anda menjadi santai…
Biarkan…lemas…..lepaskan….
Dan sekarang anda mulai merasakan….
Rasa berat di lengan anda….
Dan lengan anda mulai merasakan….
Berat…. dan lemas….
Biarkan hal itu terjadi…. Lepaskan….
Berat…lemas…..
Sangat rileks…..
Sebagaimana anda duduk di sana….
Mulai mendalam…
Dan nyaman….
Bebas… dan damai…
Dan sangat…sangat nyaman…
Dan anda mendengar suara saya……
membuat anda bertambah santai….
Bahkan menjadi lebih dalam lagi…..
Sebagaimana kita teruskan…
Beberapa waktu lagi..
Anda akan mendengarkan saya…
Menghitung mundur dari 10 ke 1….
Dan setiap hitungan mundurnya…
Anda akan merasa lebih rileks dan lemas…
Lebih santai… setiap hitungan mundurnya…
setiap hitungan mundurnya…
membuat anda bertambah santai sedikit demi sedikit…
suatu keadaan yang nikmat dari suatu relaksasi…
lelap….pulas…
Dan menjadi lebih dalam…dan lebih dalam lagi….
Saat saya menghitung mundur….
Anda akan mengalami suatu rasa yang sangat damai….
Sensasi secara fisik…
Sebagaimana anda merasa ringan…
Ringan dan dalam….
Nyaman…. Tenang….
Sangat tenang…
Anda mulai merasa mengatuk…
Lebih dalam….
Secara fisik maupun non-fisik…
Setiap hitungan membuat anda semakin dalam…..
10…. 9….. lebih dalam…lebih dalam lagi…lebih santai lagi…
8…. 7….. 6…. Lebih dalam lagi.. lebih santai lagi dari sebelumnya…..
5…. 4….. 3…. Lebih dalam lagi.. lebih santai lagi dari sebelumnya…..
2….. 1….. dan lebih dalam … lebih santai ….
Dan relaksasi terjadi semakin-lama semakin kuat…..
Suatu keadaan yang istimewa dari diri anda….
Bawah sadar anda dapat mengetahuinya….
Dan anda sudah benar… sangat…sangat rileks….
Anda akan mendengarkan kata-kata saya….
Sekarang…
Dan kapanpun anda mendengarkan kata-kata saya…
Sekarang….
Semua ketegangan yang tidak diperlukan ….
Keluar dari tubuh anda…
Dan tubuh anda terus semakin dalam dalam dan pulas….
Lebih lemas.. lebih santai….dan juga lebih nyaman..
Kenyataannya badan anda terasa lebih nyaman..
Dan setiap kapanpun anda sadar dan menginginkan tubuh anda…
Tubuh anda mengetahuinya…
Saya ingin anda melakukannya…
Sekarang…
Membiarkan seluruh otot tubuh anda…
Untuk santai…. Sangat nyaman…
Rasa hangat mungkin terasakan….
Mulai menyebar …
Dari dada dan bahu anda….
Ke seluruh tubuh anda….
Saya ingin anda….
Sekarang….
Merasakan kenikmatan relaksasi yang menyebar ke seluruh tubuh anda…
Turun ke ujung jari tangan … dan turun ke ujung jari kaki…..
Sekarang…
Saya ingin anda menggunakan bawah sadar anda yang sangat kreatif..
Untuk membayangkan diri anda sedang berdiri di depan cermin…
Dan melihat diri anda sendiri memandang dir anda sendiri di cermin tersebut…
Anda mengenali bahwa yang di cermin itu adalah diri anda sendiri….
Tetapi sekarang sangat berbeda….
Diri anda yang dicermin tersebut terlihat lebih bahagia…lebih sehat…
Dan memiliki semangat dan jiwa yang lebih baik….
Saat anda melihat diri anda sendiri…
Bawah sadar anda mengetahui…
Ini adalah kondisi anda yang ideal….
Diri anda yang anda tahu anda dapat seperti itu….
Anda yang yang ideal…. Anda yang sempurna… anda yang sangat sehat….
Bawah sadar anda memiliki bakat…..
sebuah blue print mengenai hal yang sempurna….
Berat badan anda yang ideal…..
Rambut yang sempurna…
Gigi yang sempurna….
Anda yang ideal adalah anda yang merasa nyaman…
Anda yang bahagia…
Sehat…. Dan bahagia…
Anda dapat memilikinya tanpa bantuan orang lain…..
Dan saat anda terus melihat cermin tersebut…
Dan memandang diri anda di sana…
Dia yang di cermin mengerti apa yang anda belum mengerti…
Tetapi anda tahu bahwa anda akan tahu bahwa suatu saat…
Dalam bawah sadar,
anda mengerti bagaimana untuk menjadi sehat yang sempurna…
Anda tahu bagaimana menyesuaikan kehidupan anda…
Biarkan keputusan mengambil alih…
Untuk membuat pilihan ….
Untuk melihat diri anda sendiri… amat sangat penting…
Bawah sadar anda akan terus mendukung keinginan anda….
Memfasilitasi sugesti ini….
Dalam kehidupan anda…. kapanpun….
Semua hal yang di luar….
Mengetahui apa yang anda harapkan….
Dengan mempercayai diri anda sendiri….
Semua sangat memungkinkan….
Sambil terus anda pandang diri anda di cermin….
Saya minta anda untuk menyatu dengan diri anda di cermin itu…
Menjadi kesatuan….
Anda yang ideal… yang anda tahu anda akan seperti apa….
Bersama-sama….
Tanpa ada pertentangan satu sama lain…..
Selaras satu sama lain…..
pikiran sadar dan bawah sadar anda…..
bekerjasama untuk diri anda….
untuk mencapai tujuan dan keinginan anda…
dalam segala hal…
selalu ingat…..
anda yang mengendalikan…
kapanpun…..
selalu…..
anda yang mengendalikan hidup anda….
….
Sekarang kita akhiri sesi ini….
Dengan sepuluh hitungan…. Dari 1 ke 10
Dan pada hitungan ke sepuluh…
Anda sadar dan bangun…
Dalam keadaan lebih segar… lebih sehat…
Lebih percaya diri….
Daripada sebelumnya….
Dan anda kembali ke sini dengan sepenuhnya…
1,2,3…
4,5,6…
7,8,9…. Sadar dan bangun lebih segar dari pada sebelumnya…
Lebih sehat dari pada sebelumnya….
10…. Bangun, buka mata, sehat, segar..

Catatan:
Jangan melakukan hal ini saat mengendarai kendaraan