td.mbl_fo_hidden{display:none;} td.mbl_join_img{} td.mbl_join{} tr#tr0{display: none}th.mbl_h{display:none;}

24 Agustus 2008

tumor maligna


boy antoni putra
stikes fort de cock bukittinggi
pns dinas kesehatan kabupaten agam








TUMOR MALIGNA
Ditulis pada 2008 oleh boy antoni putra

Pengertian

Soft tissu tumor maligna sub inguinal adalah pertumbuhan sel-sel yang baru (neoplasma) dalam jaringan lunak dimana perubahan sel (mitosis) tidak terkendali oleh tubuh dan berkembang biaknya sel jaringan di sekitarnya sambil merusak (destruktif) dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Etiologi

Faktor penyebab tumor maligna jaringan lunak :
- Faktor genetik atau keturunan dimana bisa diturunkan dari embrionik mesoderm.
- Virus
Virus dapat dianggap bisa menyatukan diri dalam sel sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel.
- Agens fisik
- Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang atau ketiak terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit.
- Agens hormonal
Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam keseimbangan hormon baik dalam pembentukan hormon tubuh sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus.
- Kegagalan sistem immun
Kegagalan sistem immun untuk berespon dengan tepat terhadap sel-sel maligna memungkinkan tumor tumbuh sampai pada ukuran yang terlalu besar untuk diatasi oleh mekanisme immun normal.
- Agens kimia
Kebanyakan zat kimia yang berbahaya menghasilkan efek-efek toksik dengan menggunakan struktur DNA pada bagian-bagian tubuh (zat warna amino aromatik, anilin, nikel, seng, polifinil chlorida)

Anatomi fisiologi

Tumor ganas jaringan lunak dapat ditemukan di seluruh tubuh sekitar 40 % ditemukan di ekstremitas bawah ¾ terdapat di paha, kepala dan leher 15 %, lengan 13 %, tubuh 31 %

Fisiologi tumor (pertumbuhan alami)

Pada umumnya tumor mulai tmbuh dari satu sel di suatu tempat (unisentrik) tetapi kadang tumor berasal dari beberapa sel dalam satu organ (multiokuler). Pada waktu bersamaan (sinkron) atau berbeda (metakron). Selama pertumbuhan tumor masih berbatas pada organ tempat asalnya maka tumor disebut dalam fase lokal. Tetapi kalau telah terjadi infiltrasi ke organ sekitarnya maka tumor telah mencapai fase lokal invasif atau infiltratif. Penyebaran lokal ini disebut penyebaran berkontinuitatum karena masih berhubungan langsung dengan tumor induknya.
Untuk mengukur kecepatan pertumbuhan tumor di pakai para meter “waktu ganda” yaitu waktu yang diperlakukan oleh tumor untuk mencapai volume menjadi dua kali semula. Makin pendek waktu ganda berarti makin cepat pertumbuhannya dan pada umumnya tumor tersebut makin ganas.

Patofisiologi

Tumor ganas merupakan proses yang biasanya makan waktu lama sekali, bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler.
Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berfoliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif. Dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluih darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase.
Penyebaran limfogen terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe kemudian ikut aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar limfe regional.
Pada umumnya kanker mula-mula menyebar dengan cara ini baru kemudian menyebar hematogen, pada permulaan penyebaran hanya terjadi pada satu kelenjar limfe saja tetapi selanjutnya terjadi pada kelenjar limfe regional lainnya.
Setelah menginfiltrasi kelenjar limfe sel kanker dapat menembus dinding struktur sekitar menimbulkan perlekatan. Kelenjar limfe satu dengan yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limfe.
Penyebaran hematogen terjadi akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian masuk ke pembuluh darah dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai organ lain.

Manifestasi klinik

Keluhan biasanya tidak ada, kecuali bila sudah membesar dan menekan / tarikan saraf atau obat.
Benjolan tanpa nyeri, tanpa radang, kapsul ada, batas jelas.
Tumor kecil sukar dibedakan dengan yang jinak.
Tumor besar ; infiltrasi sekitar, hipervaskulerisasi, pada perabaan hangat, ada metastasis regional / jauh.

Penentuan diagnosa

Tumor ganas ini umumnya memberikan gejala dan tanda benjolan tanpa nyeri atau tanda radang dan biasanya mempunyai simpai atau batas yang cukup jelas dengan jaringan sekitarnya, sehingga kebanyakan tidak dianggap sebagai tumor ganas.
Akibatnya terjadi kekambuhan sebab yang dianggap simpai sewaktu eksisi merupakan simpai palsu, karena itu diagnosis harus ditentukan berdasarkan pemeriksaan histologik terhadap biopsi sebelum tindakan terapi dilakukan.

Penatalaksanaan

Terapi bedah
Umumnya terapi bedah merupakan reseksi radikal termasuk pinggir jaringan sehat selebar dua sentimeter sekitar tumor.

Penyinaran
Terapi penyinaran digunakan sebagai terapi pembedahan yang tidak pasti radikal yang radikal atau yang hampir tidak radikal, untuk mencegah kekambuhan setempat.
Penyinaran paliatif berguna sekali untuk mengurangi nyeri pada penderita dengan tumor lanjut.
Radioterapi pascabedah harus diberikan pada penderita tumor jaringan lunak maligna bila reseksi primer tidak radikal dan bila tebal lapisan jaringan sehat sekitar tumor kurang dari satu sentimeter.

Kemoterapi
Adriamisin, ifosfamid dan DTIC, dimetil triazeno imidazol karboxamide berguna pada tumor ganas jaringan lunak sehingga digunakan prabedah maupun pasca bedah pada tumor tertentu.

Metastasektomi
Bila bedah primer dilakukan secara radikal dan tidak ditemukan metastase lain serta tidak ada kontra indikasi.

Perfusi regional terisolasi
Sebagian besar tumor gans ini terdapat di ekstremitas karena itu dapat dilakukan perfusi kemoterapeutik terisolasi.

Komplikasi

Tumor ganas ini bermetastase ke seluruh tubuh apabila tidak ditangani dengan cepat dan bisa bermetastase ke paru-paru, ginjal, hati dan organ-organ tubuh lainnya seperti nodus limfe.

Sumber:
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, EGC : Jakarta.
C.J.H Van de Velde, dkk, 1999, Onkologi, edisi kelima direvisi, Yogyakarta.
R. Sjamsuhidajat, dkk, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta.

DIarsipkan di bawah: ONKO